Minggu, 12 Oktober 2008

Sekolah Kepribadian ala Kebun

Kebun. Hmm..tak pernah terbayangkan sedikit pun kalau akhirnya aku harus hidup di lingkungan ini. Yang jelas hidupku banyak berubah berawal dari tempat ini. Perubahan yang kadangkala membuat aku merasa menjadi “bukan” aku.

Agustus 2006, aku menginjakkan kaki di bumi sumatera. Terasa begitu asing. Meski sebelumnya daddy banyak memberi cerita tentang sumatera dan kehidupannya, tetap saja rasanya seperti berada di dunia laen.

Apalagi hidup di kebun seperti hidup di dalam sangkar emas. Setiap kali beraktifitas selalu dijemput mobil mewah, gaji dan bonus yg sangat besar, mendapat pelayanan utama di RS atau di tempat2 publik lainnya, dll. Meski begitu, Jujur aku sangat terkungkung dengan kehidupan seperti ini. Nuansa kompeni masih kental terasa. Ibaratnya, kehidupan kami seperti seorang menir yang harus selalu dihormati, selalu disanjung, selalu diutamakan, selalu diikuti, tanpa bisa sedikit pun orang lain membantah apa yg sudah diperintahkan. Status saya majikan dan kamu bawahan masih kuat sekali. Apalagi system senior-junior begitu membuat aku tersiksa. Seorang senior selalu benar dan junior selalu salah agaknya sudah menjadi budaya sejak dulu kala.

Secara, aku yg sebelumnya hanya seorang perempuan jelata biasa, yang selalu berkutat dengan sekolah dan selalu membuka wacana dengan melihat dunia luar yang indah serta bebas merdeka dalam menjalani aktifitas sehari-hari, tiba-tiba kini harus senantiasa mengikuti aturan yg nggak jelas dan kayaknya gak komprehensif lagi dg kehidupan jaman sekarang.

Tinggal di komplek kebun dengan fasilitas yg memadai dan serba mewah membuat kehidupan kami menjadi eksklusif di antara lingkungan sekitar kami yg notabene adalah masyarakat biasa (non kebun). Anggapan itu membuat kami sering menjadi sorotan. Setiap gerak-gerik kami selalu “diteropong” sehingga seolah-olah kami tak layak untuk membuat satu kesalahan sekali-pun. Akibatnya, aku menjadi sangat tersiksa dan nggak nyaman dengan situasi seperti ini.

Pertama aku sangat menolak dengan cara hidup seperti ini. Aku sering membangkang dengan aturan-aturan yang ada. Bahkan saking vokalnya diriku sampe kerap aku dimusuhin oleh senior-seniorku. Bahkan nih, karir suamiku sering dijegal karena ulahku yang “tak terima” dg sistem kompeni ini.

Bagimana tidak ? berolahraga pagi di luar rumah tak boleh, memakai celana jeans tak boleh, memakai baju yg sedikit ngikutin tren tak boleh, dan di setiap acara wajib hadir tanpa bisa menolak dg berbagai alasan apapun. Alhasil, aku hanya bisa berolahraga didalam rumah dg disediakan treatmil, memakai busana/gaun2nan gitu, konsep baju harus baju kurung, dsb. Whoooo…bukan aku bangets tuh…

Ada juga hal yg paling menyebalkan. Yaitu disaat aku harus rewang untuk acara2 pesta dan arisan. Aku harus membantu memasak dan menata meja rame2 untuk undangan2 senior dari pagi sampe malam non stop !!! tak ada alasan capek, sakit, atau apalah. Pilihannya cuma dua, ikut rewang seharian atau dicap sebagai ibu kebun yg pemalas dan tak loyal. Reputasi istri seperti ini sangat berpengaruh dengan karir suami. Hhh…akhirnya mau nggak mau aku memilih yg pertama juga…Jangan harap di kebun ini ada catering kalo ada pesta…semuanya harus memasak sendiri (rame2 dg ibu2 kebun) dg alasan lebih higienis dan jelas bumbu2 yg dipake untuk memasak. Padahal, kalo mau pake catering pasti lebih simple, praktis, dan tak merepotkan. Toh biaya yg dikeluarkan juga sama aja !!! Bahkan nih, waktu aku hamil besar-pun dulu tak ada dispensasi sama sekali. Aku tetap harus aktif dalam seluruh kegiatan yg diadakan oleh senior2 kebun. Pengen nangis rasanya kalo inget masa itu. Karena di usia 7 bulan kehamilan aku sempat shock dan mengalami pendarahan sehingga harus di opname.

Mulanya aku tak peduli, tapi lama-lama aku kasihan juga ma suami. Kalau bukan karena suami mungkin aku sudah melarikan diri dari kehidupan seperti ini. Akhirnya, aku mencoba untuk melunak dan belajar untuk beradaptasi dg kondisi ini. Sulit dan teramat sulit !!!

Tak ada kawan yg bisa diajak curhat disini. Semuanya ibu2 yg sibuk dg urusan rumah tangganya sendiri dan sangat tertutup dalam hal pergaulan. Maklum, disini aku dan suami adalah pasangan paling muda. Sangat sulit mencari kawan yg “seiman”. Alhasil, hari-hariku hanya diisi dg kekosongan. Sepi dan sangat membosankan ! Paling2 kalo dah mentok, aku habiskan waktuku berjam2 untuk ngobrol ma mama, atau sahabat2ku di jaw a sana via telepon.
Tapi untunglah, aku kini punya si-kecil keisha yg bisa meramaikan kehidupanku yg sunyi. Setidaknya, ada kesibukanku mengurusi kei dari pagi hingga pagi lagi.

Karena kasihan, akhirnya suamiku memasangkan speedy dirumah. Dia tahu betul aku sangat suka menulis sehingga kayaknya internet bisa menjadi sarana menulis dan hiburan untukku dirumah. Apalagi saat suami berangkat kerja mulai jam 6 pagi sampe jam 4 sore atau bahkan sering ada meeting sampe malam…sepiiiii banget….

Sejak ada speedy, lumayan lah…ada hiburan sedikit. Apalagi sejak mengenal blog. Waaahhh…jadi sedikit terlupakan tuh penderitaan2ku hidup di kebun. Jadi kenal kawan-kawan baru, para blogger2 di seluruh Indonesia…seneng banget…

Sejak ada net dirumah, aku suka cuek dg ibu2 yg lain. Hehehe…pokonya sibuk nge-net ajah! Lucunya lagi, ibu2 itu nggak tau apa itu internet, apa itu blog, dll. Jadi kalo mereka suka menyindirku dg sinis, misalnya “duh, fien kok kerjaannya maen komputeeeer terus..apa nggak bosen sih ?!” atau “Apa pentingnya sih internet Fien ?nambah biaya kan perbulannya ?” dll…hihihi..aku sih ketawa aja..emang sifat mereka dah kayak gitu…so, egp aja deh…*baca juga kisah lucu ttg blog amatiran punyaku yg bikin heboh di kebun*

Ah, aku seperti sedang “sekolah” saat ini. Ya, aku seperti sedang “sekolah kepribadian” di kebun. Setiap hal dan tingkah laku harus kupelajari satu per satu. Walaupun ada beberapa hal yang tetap bertentangan dengan prinsip hidupku, aku tak lantas mengacuhkannya. Semuanya kupelajari hari demi hari. Dan jawabannya, no bodies perfect. Artinya, aku akan tetap setia dan mempertahankan prinsipku, tapi aku juga menerima segala bentuk perbaikan diri.
Kucoba menyikapi itu semua dengan positive thinking. Secara, kapan lagi aku dapat belajar kepribadian kayak di John Robert Power, ya kan ? Lagian, kalo dipikir-pikir, aku seperti sedang mempraktekkan mata kuliah antropologi sosial nie..hehehe…
Cuma, yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah, kapan aku bisa lulus dari “sekolah kepribadian” ini ya buk ? Aku gak mau donk jadi murid “abadi”…Who knows…
Secara, aku ingin kembali ke kehidupanku yg dulu. Bebas, dan tak terkungkung oleh apapun. Aku bebas bergaul, bebas berkarya, bebas berekspresi…mungkin, kalau tak ada aral aku ingin sekolah lagi. Syukurlah suami mendukung penuh. Aku ingin keluar dari sangkar emas yg membuat aku buta. Buta akan pertemanan, buta akan berkarya, dan buta akan kehidupan sesungguhnya…doain yak…moga2 kesampaian…

7 komentar:

Anonim mengatakan...

Fien... suami kerja di PT PTP ya.. mas baru tau kalau sistem disini mirip kaya di lingkungan militer.

Mas juga pernah merasakan bagaimana lingkungan militer selama 2 bulan

Memang aturannya spt itu, pasal 1: senior selalu benar, pasal 2: jika senor salah lihat pasal 1.
Jado namanya senor gak pernah salah.

Ada sisi positif dan negatif saat kita hidup dilingkungan seperti fien spt saat ini.

Yang postifnya menurut mas adalah rasa kebersamaannya, dan kedisiplinan yang tinggi

Yg mas gak setuju adalah kurangnya toleransi di saat-saat seseorang memang benar-benar berhalangan, rasanya kurang berperikemanusiaan gitu..

Dalam lingkungan seperti itu, memang benar, peran dan kiprah seorang istri sangat berperan dan ikut menentukan karir suaminya.

Hidup dilingkungan kompleks perkebunan... ternyata masih menyisakan kehidupan jaman Belanda dulu ya.. mas jadi inget film-film bagaimana kehidupan para mandor di lingkungan perkebunan. Ternyata kehidupan itu masih terpelihara ya..

Saat Agustus 2006, berarti Fien ibaratnya masuk sekolah yang baru.
Begitulah Fien, seperti kita juga masuk ke sekolah atau perguruan tinggi, dengan menjadi anggota disana, tentunya kita tidak dapat mengabaikan norma-norma dan aturan yang berlaku di sana. Tetap selektif untuk memilih yang mana pantas kita ambil dan mana yg tidak. Komunikasikan ketidaksetujuan Fien dengan cara-cara yang bijak.

Bagaimanapun juga, lingkungan ini mendidik Fien berlatih kesabaran... Inilah tantangan kehidupan yang sedang Fien hapadapi.
Mau seperti apa nanti Fien setelah keluar dari sekolah ini, apakah Fien tidak lulus atau Fien malah lulus dengan predikat Istimewa... tergantung bagaimana fien menjalaninya.

Maukan Fien baca postingan mas Pelajaran dari sorang juru masak?
(Posting bulan September 2008)

fien prasetyo mengatakan...

deuh thx a lot y mas..emang niy fien butuh bgt advice kyk gini..*curhat neh hehehe*iya mas, bnr bgt, suami mmg krj disitu..tp smuanya butuh proses kn mas ? krn setiap org kn ga bs dituntut berubah seketika, yg ada malah penolakan demi penolakan kayak yg fien lakukan..

Anonim mengatakan...

Fien... menurut mas, Fien tidak mesti berubah total.
Yang diperlukan adalah fien tetap berbaur dengan mereka, namun tidak mesti mengubah kepribadian sendiri.

Untuk bisa mewarnai lingkungan Fien, Fien mesti berbaur dengan mereka dan bisa diterima mereka.
Setelah fien diterima, maka akan lebih mudah memberi warna, mendorong lingkungan ke arah perubahan yg lebih baik (kalau mau...)

Mungkin Fien pernah mendengar cerita mengenai Sunan Kalijaga, bagaimana beliau mengajak suatu daerah, yang tadinya sebagai kaum penjudi.
Beliau bergaul dengan mereka, bahkan ikut berjudi. Karena jarang kalah, mereka ingin tau rahasianya. Akhirnya di ajak ke suatu temapat, diajak berwudhu, kemudian diajarkan sholat. Setelah mereka mau sholat, barulah beliau memasukkan ajaran-ajaran Islam, dan akhirnya mereka bertaubat.

Dari kisah diatas, artinya kita bisa tetap bergaul, tanpa kita mengubah kepribadian kita. Malah kalau bisa kita yg akhirnya mengajak mereka.

Saat mas SMP, temen-temen mas sudah pada mulai merokok, dan mengikuti tend rabut maupun baju saat itu. Saat itu mas tetap bergaul dengan mereka, namun mas tidak ikut merokok (sampai sekarang), tampil dengan potongan rambut yg masih seperti sekarang, dan berpakaian yg tidak aneh-aneh.

Kalau kepribadian fien yg ada sekarang ini, fien yakini tidak salah... mengapa harus berubah fien?
Hanya saja saat kita bertemu dengan pendapat dan pandangan yg berbeda, sikap penolakan kita jangan terlalu frontal. Dengan cara itu, kemungkinan orang juga akan lebih mudah menerima alasan kita

Gpp ya mas sharing gini???

fien prasetyo mengatakan...

iy si mas..sampe skrg pun fien ttp bergaul baik n seperti biasa ma lingk kebun..cuman ya itu kali ya, bener kata mas erik, fien mmg orgnya nggak bisa basa-basi.kalo dah marah ya marah aja, dimanapun n sama siapapun y marah aja..y deh, ntar cb fien rubah yg itu, jelek kn mas ?hehehe..tp mas, kadangkala kita hrs rela ngalah loh demi kebaikan bersama. Contohna nie, dilingk kebun kan ga boleh pake jeans tuh, pdhl fien suka bgt make jeans, alhasil hanya u/make jeans aja musti kucing2an dulu takut ketauan..ya otomatis fien lah yg hrs ngalah krn fien hidup disini dg aturan sini pula..pdhl dlm hati keki bgt..ribeeeeeetttt bgt hehehe..btw tq yak mas...@salam

Haris mengatakan...

Coba baca postingan terbaru mas, "Guru Kehidupan"

Anonim mengatakan...

aku suka berkebun, hampir separo dr penduduk jerman juga suka berkebun, dunia jadi hijau di mana2

Anonim mengatakan...

kebayang banget deh betapa bosennya dirimu di dalam sangkar emas mu itu...
semoga cepet kuliah deh biar ga bosen. hehehe...