Selasa, 21 Oktober 2008

Bercinta dengan Bidadari

Laki-laki itu telanjang, terpekur di sudut ranjangnya. Badannya menggigil dan wajahnya pasi seperti mayat. Sesekali ia memohon ampun dengan suara lirih hampir tak terdengar. Di pelupuk matanya sebentar lagi akan menetes darah, karena air matanya telah lekang bersama rasa takut yang luar biasa. Cairan sperma yang sudah berulangkali ia keluarkan bahkan mengering dengan sendirinya dan membekas di sela-sela selangkangannya yang sedikit tersayat. Bercampur darah…

Cahayanya menyilaukan mata. Senyum liar itu sanggup mematahkan malam tadi. Bidadari bersayap turun ke bumi hanya untuk bercinta dengan laki-laki yang sendiri. Laki-laki yang selama ini hanya bercinta dalam imajinasi. Tak punya kekasih, atau hanya memiliki cinta yang bertepuk sebelah tangan. Laki-laki yang belum pernah berpetualang menelusuri nikmatnya seorang perempuan.

***

Dan, laki-laki itu adalah Waskito. Separuh abad lebih hidupnya hanya diisi dengan kekosongan. Selebihnya tak kurang dari sekadar mimpi-mimpi indah yang sengaja ia rangkai cuma untuk memenuhi hasrat kelaki-lakiannya. Ia bayangkan sosok perempuan dengan tubuh sintal, telanjang, tersenyum penuh gairah, bergoyang, menari-nari diatas perutnya yang sedikit tambun dan perlahan mendekatinya, lalu membisikkan sesuatu ditelinganya. Sesaat kemudian, Waskito sudah orgasme. Dan untuk yang terakhir ini bukan mimpi. Waskito betul-betul orgasme !

Begitulah hari demi hari dilaluinya dengan penuh imajinasi. Ia begitu memuja perempuan dalam imajinasinya itu. Dikatakannya pada teman-teman kerjanya bahwa perempuan yang ia namai Sheila itu adalah sosok yang tangguh di ranjang, tak kenal lelah jika ia meminta kapanpun, selalu bergairah, dan senantiasa bisa membuatnya orgasme berkali-kali hanya dalam waktu satu malam.

“Seksi mana sama bu Yul ?” Tanya Gunadi penasaran
Waskito melirik bu Yul yang sedang serius mengetik laporan keuangan di mejanya yang berada di sudut ruangan kantor
“Halaaah…ndak ada apa-apanya dibanding Sheila…” jawab Waskito mencibir
“Waaahh..pasti mbak Sheila itu cantik banget orangnya. Kenalin sama kita-kita Was..” pinta Harjito
“Sori ya..bukannya aku ndak mau kenalin sama sampeyan-sampeyan ini. Tapi aku takut bini-bini kalian yang galak-galak itu bakal cemburu soalnya suami-suaminya pada mupeng semua sama Sheila..hehehe..” Waskito terkekeh
“Semprul kowe Was ! maunya diembat sendiri !” maki Gunadi cemberut
“Kok ndak dikawinin aja toh Was ? Eman lo, secara umurmu dah kepala lima lebih, dapet daun muda yang masih kinyis-kinyis, ntar keburu disamber orang baru melongo..” tutur Harjito dengan mimic serius
“Kawin ya udah tho..cuma nikahnya belum hahaha…lagian Sheila tenang-tenang aja ndak minta dinikahin kok, santei aja bro..” jawab Waskito enteng
“Yakin banget dia ndak bakalan berpaling Was ?” Tanya Gunadi
“Yakin 100 %..la wong dianya selalu puas mainnya sama aku. biar gini-gini aku masih bisa diandalkan men…” jawab Waskito percaya diri
“Ya wes, ndak usah ngomong thok…mana ? tunjukin donk orangnya…” Lagi-lagi Harjito meminta
“Iya nanti…” jawab Waskito mantab

Sementara bualan demi bualan terus dibuat Waskito sama teman-temannya. Bahkan begitu kerapnya ia bercinta dengan perempuan imajinasinya itu, lambat laun menyurutkan keinginannya untuk menikah dan bercinta dengan manusia di dunia yang nyata. Aku sudah puas dengan Sheila-ku kok. Pikirnya setiap ditanya sanak keuarganya tentang sebuah pernikahan. Dibenaknya, dengan Sheila aku tak perlu menghidupi seseorang, aku juga tak perlu takut diatur sana-sini seperti Gunadi dan Harjito yang selalu tak punya kesempatan keluar malam karena tak diijinkan istrinya. Apalagi, Sheila selalu ada saat aku inginkan. Dia selalu bersedia memuaskanku. Ah !

Hingga malam itu pun datang menghampirinya. Tiba-tiba saja kemaluannya terbangun. Naluri bercintanya pun menggelora hingga menguasai setiap jengkal aliran darahnya. Sejenak ia memejamkan mata. Mengatur nafas yang mulai turun-naik tak tentu. Bibirnya memanggil Sheila seraya merintih dalam desah nafsu yang teramat sangat.

Dan Sheila datang. Cahaya putih berkilau itu menembus dinding kamar Waskito. Angin yang mengiringinya menyibakkan setiap helai tirai biru muda jendela kamar. Aroma itu sedikit anyir dan sangat khas. Waskito hapal betul aroma itu. Apalagi saat ia mulai menjelajah mulut menganga Sheila. Menetes-netes dan membasahi mulutnya. Aroma yang bisa membuatnya semakin bergairah. Sheila selalu mengerang kala hal itu ia lakukan. Sejurus kemudian, Sheila tak kalah bergairahnya dengan dirinya.

Perlahan waskito membuka matanya. Ia terbelalak saat bidadari bersayap itu datang mendekatinya. Setelah terbang kian kemari, hingga akhirnya berhenti dipangkuannya. Waskito mencubit pipinya sendiri. “Aowww..!” teriaknya kesakitan. Dadanya berdegup kencang. Ia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia berharap ini hanya imajinasinya saja. Tapi, cahaya itu menyilaukan matanya. Dan ia merasakan sentuhan lembut bidadari itu.

“Ayo Waskito…cium aku…karena ciumanmu akan menghilangkan sayapku..” suara itu begitu lembut dan terdengar nyata di telinga Waskito yang masih ketakutan
“Sssiii a..ppaaa kaammu ?” Tanya Waskito gelagapan
Bidadari itu tersenyum, “Aku Sheila..perempuan yang selama ini kau impikan Waskito..”
“Jangan takut Waskito..aku disini karena ingin bercinta denganmu..cepat cium aku Waskito..” pintanya sekali lagi
Dengan wajah pucat, Waskito mendekatkan bibirnya di bibir bidadari itu. Hingga akhirnya ciuman itu melenyapkan sepasang sayap dengan tiba-tiba. Dan, bidadari itu tak seperti perempuan dalam dongeng lagi, tapi persis seperti Sheila yang selama ini ia simpan dalam ruang imajinasinya.

Bidadari bersayap yang telah menjelma menjadi sesosok perempuan cantik nan sempurna itu merebahkan diri di ranjang Waskito dengan tubuh telanjang tanpa sehelai kainpun menutup setiap jengkal tubuhnya. Darah Waskito makin memanas. Ia tak kuasa menahan nalurinya untuk segera mereguk kenikmatan dengan perempuan ini. Mulut itu menganga, air liurnya menetes-netes, tubuhnya naik-turun mengikuti irama hati, desahan demi desahan terdengar angkuh di malam yang sepi ini. Selain itu semuanya tuli, semuanya buta. Malam ini Waskito berpesta dengan sprema. Justru ia yang terus dibuat mengerang tanpa henti. Berkali-kali. Terus-menerus.

Sampai bulan sedikit meredup, enggan melihat kenikmatan yang teronggok selaksa dendam yang panjang. Waskito terengah-engah. Nafasnya tersengal-sengal. Ia mengaduh, mengampun. Kenikmatan yang tadi berubah menjadi birahi yang tak terkendali. Perempuan bidadari itu murka dengan penolakan Waskito untuk terus bercinta. Parasnya yang lembut berubah menjadi memerah. Seolah-olah ia ingin menerkam Waskito dengan kuku-kukunya yang tajam. Ia mencabik selangkangan Waskito hingga berdarah-darah.

Waskito menyerah. Tubuhnya yang masih telanjang dibiarkan kaku di sudut ranjang. Ia pingsan.

“Edian kamu Was..!” pekik Gunadi begitu Waskito tersadar dari pingsannya
Waskito mengerang kesakitan. Dilihatnya dua temannya itu sudah berdiri di dekatnya. Berusaha menolongnya.
“Jadi ini yang kamu bilang bercinta dengan Sheila ?!” Tanya Harjito tak percaya sambil menunjuk pada ruangan kamar yang acak-acakan dan bercecer noda darah, sperma, dan lendir. Kaca-kaca jendela pecah, pigura foto didinding jatuh dan pecah. Bahkan salah satu kaki ranjang Waskito pun tampak patah.

Waskito berkeliling memandangi kamarnya. Pikirannya benar-benar kacau. Untuk mengingat apa yang sudah terjadi semalam, ia tak mampu lagi. Pikirannya kosong. Entah kemana. Waskito gila !!!
*** Aek Nabara, 21 Okt 2008

3 komentar:

Haris mengatakan...

Nice posting :)

Terkadang sesorang mengkhayalkan dan sesuatu, namun saat khayalan tadi menjadi nyata, ternyata tidak siap menghadapinya.

Kayaknya waskito memang dah ketemu deh dengan Sheila-nya. Cuma kok bau anyir ya. Sosok bidadari dalam bayangan mas kan harum.

Anonim mengatakan...

duhhh kasian amat si waskito.....

fien prasetyo mengatakan...

@erik
mas erik jg mmbayangkan bidadari yaaa ? *wkwkwk*

@novnov
waskito..waskito..*sok sedih*