Minggu, 31 Agustus 2008

September Ceria

Horreeyy...alhamdulillah..bisa bersua kembali dg ramadhan..bulan suci nan sarat dg ampunan..tak ada lagi yg bisa melukiskan kebahagiaan hati karena bisa berpuasa lagi, taraweh lagi, sahur lagi, buka lagi..senangnya...

Lapar dan dahaga seperti menjadi sebuah kenikmatan hidup yg tak dijumpai di hari-hari biasa. Meski begitu, sebenarnya lapar dan dahaga hanyalah simbol bahwa selama bulan ramadhan kita harus menahan segala nafsu kita. Terkhusus menahan syahwat dunia. Ya syahwat prasangka, syahwat amarah, syahwat seksual, dan syahwat2 yg laen...ah, kayanya semua dah pada ngarti deh...

Termasuk syahwat dlm nge-blog kali yee..maksudna tulisannya kudu dijaga. Ndak boleh yg asal nyablak aja. Apalagi ne, kadangkala suka ndak nyadar udah nge-gosipin orang hehehe..

Tapiii..bukan berarti puasa menjadi penghalang kita untuk terus berkarya donk...coz, secara agama Islam ndak pernah membatasi umatnya untuk berbuat kebaikan termasuk berkarya (yg baik), kira-kira begitu lah..

Ni abiz sahur pertama x, bersusah payah bangun untuk masak dan nyiapin sahur-nya daddy..abiz sahur, whoooaaaaahhh...ngantuk lagi, pengen bobo lagi...tapi dipaksain ndak bobo deeh..takut bangunnya kesiangan, ntar subuhnya melayang, percuma deh puasa tp ndak sholat..ya toh ??? nyempetin nger-net bentar. Lagian, di tempatku belum imsak nie..hehehe..*lah kok nger-net ?? bukanne ngaji kek..*

September ceria nih...september penuh berkah..rasanya ndak habis2 rasa syukurku ini..terima kasih ya Allah pemberi segala kenikmatan, sujudku hanya kepadaMu..limpahkanlah kesabaran dan keimanan kepadaku khususnya dalam menjalani bulan suci ini..serta mudahkanlah segala urusanku...sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang...amiiin...

Saat Hujan Itu Reda…

Langit mendung masih menggelayuti Aek Nabara. Tak lama lagi hujan akan turun. Gemuruh sahut menyahut, memekakkan telinga. Aku masih berdiam di kedai ini. Menikmati secangkir kopi sidikalang panas yang sangat nikmat. Sambil menyelesaikan cerita pendek yang kubuat sejak dua hari yang lalu, rasanya aku tak sanggup bangkit dari bangku kayu ini. Terlalu sayang untuk dilewatkan suasana seperti ini. Ada kopi sidikalang panas, ada laptop, ada tulisan, ada ide yang melayang-layang di otak dan ingin segera dituangkan dalam rangkaian huruf menjadi kata, menjadi kalimat, menjadi paragraf, menjadi sebuah cerita…

Kedai wak Sani ini seperti rumah keduaku. Tempatku mencari inspirasi. Tempatku berbagi kisah setelah seharian penat dengan pekerjaan di kantor. Bahkan tak jarang aku numpang tidur sejenak melepas lelah di bale bambu yang tergelar di belakang

kedai. Semilir angin selalu berhasil menghanyutkan aku ke dalam mimpi-mimpi indah di siang bolong hingga tanpa kusadari matahari telah berlalu dan langit mulai menghambur, sebentar lagi gelap.

Kedai wak Sani ini berdempetan dengan rumah induknya. Tinggal juga di rumah papan ini wak Wadi, suaminya, Lilik anak pertamanya, Eko suami Lilik, Ratna anak ketiganya, Yusuf anak keempatnya, dan Wini serta Lila, cucunya yang juga anak Lilik. Sementara Danang, anak keduanya telah berumah tangga dan tinggal di Aek raso, sekitar seratus kilometer dari aek Nabara ini. Ini yang menjadi salah satu penyebab aku betah berlama-lama di sini. Ramai. Riuh. Gaduh. Selalu itu yang mewarnai kedai dan rumah wak Sani. Wini dan Lila yang kerap mencari perhatian dengan sedikit membuat onar di kedai yang selalu ramai pembeli ini, dan juga Lilik yang tak kalah heboh dengan teriakan-teriakannya melihat keonaran anak-anaknya. Wak sani dengan gaya cueknya tak pernah peduli dengan cucu-cucunya itu. Sibuk melayani pembeli. Sedangkan wak Wadi tak henti-hentinya melawak. Sentilan-sentilan lucu senantiasa membuatku tertawa dan melupakan sesaat rasa jenuh yang mendera.

Suasana inilah yang tak kudapatkan setibanya aku di rumah. Rumah besar nan mewah itu hanya memberiku kebisuan dan sepi. Sendiri. Tanpa kawan. Mungkin, satu-satunya tempatku mencurahkan isi hatiku saat dirumah hanya telepon, menghubungi dan berlama-lama ria mengobrol dengan teman-teman, komputer, bersua dengan sahabat-sahabat dunia mayaku, dan yang terakhir adalah bantal, menikmati mimpi yang kadangkala sengaja kupintal hanya sekadar untuk bisa bertemu dengan ibu di surga atau Sandy, kekasih hati yang telah lama tak ada kabarnya sejak ia memutuskan untuk sekolah ke negeri paman sam, tiga tahun yang lalu.
Sedih memang. Di tengah karirku yang melesat bak meteor. Bahkan terakhir, aku dipercaya untuk memegang jabatan penting di perusahaan. Hidupku masih saja sunyi dan tanpa warna. Semua kesuksesan ini kunikmati seorang diri tanpa bisa aku berbagi dengan orang-orang yang semestinya aku kasihi. Hampa dan sepertinya tak ada arti.

“Ngelamun aja, Jov..” wak Sani membuyarkan lamunanku

Aku tersenyum, “Lagi cari inspirasi wak.” Jawabku alasan

“Nulis apa ?” Tanya wak Sani sambil menggerus cabe

“Cerita wak.” Jawabku sembari menyeruput kopi yang mulai menghangat

“Kereta ngga dimasukin ke teras ? udah mulai gerimis tuh..” suruh wak Sani

Aku melongok ke luar kedai. Ya, gerimis siang ini akhirnya turun juga. Kereta yang kuparkir tepat di depan pintu kedai sedikit basah tersiram air yang turun dari langit mengabu. Aku pun bergegas menaikkan kereta perusahaan ke teras rumah wak Sani. Aman.

“Sudah wak.” Ucapku begitu tiba di dalam kedai

“Nggak makan Jov ?”

“Nggak lapar wak.”

“Ini ada tauco udang. Biasanya kau kan suka.” Wak Sani menunjukkan semangkuk tauco udang kesukaanku.

Aku tak menanggapi. Tak ada selera makanku. Memang, beberapa hari ini lidahku pun ikut-ikutan protes. Terasa kelu dan hilang hasrat makanku. Mungkin, lidah ini juga haus dengan kasih ( ??? )

“Wini sama Lila mana wak ?” tanyaku mengalihkan pembicaraan

“Tadi ke ranto cari sepeda sama mamaknya. Abis si Wini ngerengek terus minta sepeda kayak kakanya Lila. Susah tuh anak. Nggak diturutin bisa hancur semua dagangan kedai ini.”

Aku tertawa kecil, “Namanya anak kecil wak..”

“Nanti kalo kamu ngalamin, punya anak, wah pasti tau rasanya Jov..repot banget..” ucap wak Sani sambil menggodaku

Hatiku menciyut. Boro-boro punya anak. Cari suami aja susahnya minta ampun. Putus asa rasanya kalo teringat part of life yang satu ini.

“Eh, gimana tuh sama bang Yusak ? Ada kelanjutannya nggak ?” wak Sani mulai nge-gosip. Bahkan sampai ditinggalkannya acara memetik sayur kangkung dan memilih nimbrung di dekatku.

“Hhh…mulai deeeh..” potongku cepat

“Loh, wak kan cuma pengen tau Jov..” Wak Sani protes

“Ya nggak gimana-gimana wak..biasa aja kok.” Terangku akhirnya

“Biasa aja gimana ? dia sempet main ke rumah kau Jov ?” Tanya wak Sani antusias. Maklum, bang Yusak, yang ia jodohkan padaku tak lain adalah keponakannya.

“Ya biasa aja wak. Pernah dua kali ke rumah. Tapi aku masih belum niat apa-apa sama dia. Bang Yusak pun kayaknya terlalu pendiam.”

Wak Sani mencibir, “Ah, jangan terlalu memilih lah Jov..mana bisa cepet dapat jodoh kalo semuanya gak ada yang cocok. Namanya orang kan pasti gak ada yang sempurna..”

Aku mengernyitkan dahi, “Iya sih..tapi aku juga perlu milih kan wak..buat aku pernikahan tuh cuma sekali seumur hidup. Makanya aku gak mau gegabah memilih suami. Bahaya. Urusannya dunia akhirat !” sangkalku sok tahu

Wak Sani ngedumel, dan beranjak melayani pembeli. Aku tahu dia kecewa karena tak berhasil menjodohkanku dengan keponakannya. Aku hanya tersenyum menanggapinya.

Perempuan itu masih berdiri di halte. Hujan yang tak kunjung reda, membuatnya harus segera tentukan pilihan. Nekat menerobos guyuran air hujan yang deras atau tetap bertahan berdiri di sudut halte dengan badan yang semakin menggigil hingga hujan reda. Toh, tak ada yang membuatnya menunggu. Tak ada yang memintanya untuk bertahan disini.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Tak tahu harus kuakhiri dengan keputusan apa bait ceritaku ini. Perempuan itu terlalu naif. Hujan saja seolah membutuhkan keputusan penting dalam hidupnya. Sosok yang sedikit konyol dan mengada-ada. Meski begitu, nyatanya aku kebingungan juga menentukan keputusan itu. Padahal aku yang memiliki hidup perempuan itu. Toh, aku lebih naif dari tokoh cerita yang kubuat ini. Takut, jika nekat menerobos hujan, tiba-tiba datang pangeran hati yang memberi kehangatan di tengah dinginnya hujan. Merapat di sudut halte. Menawarkan persahabatan. Menghabiskan waktu hingga hujan mereda. Dan berlanjut, blab la bla…atau jika bertahan, tiba-tiba tubuhnya bergetar, gelap sekeliling, dan roboh seketika. Jemarinya telah semakin dingin. Kepalanya mulai berbintang. Dan pangeran yang diharapkannya hadir seperti mimpi di siang bolong. Ah !

“Permisi ya..” tiba-tiba seseorang duduk di dekatku

Aku melirik, dan hanya tersenyum

Laki-laki itu mengibas-ngibaskan bajunya yang basah kuyub karena kehujanan. Rambutnya tak kalah basah. Dan kacamatanya memburam membentuk guliran-guliran air. Sementara map kertas yang ia bawa tak jelas lagi bentuknya. Bahkan, tinta yang tertoreh meleleh seperti lukisan abstrak.

Aku menyodorkan seplastik kecil tissue yang memang selalu kubawa di dalam tas kerjaku. Nggak tahu kenapa aku merasa iba dengan laki-laki di hadapanku ini. Kupikir, pasti map yang basah kuyub itu sangat berharga untuknya.

“Terima kasih.” Ucapnya ramah

Diambilnya beberapa helai tissue pemberianku dan diusapkannya pada seluruh bagian wajah dan juga kacamatanya.

“Mas orang sini ?” tanyaku

“oo bukan. Saya dari sigambal.” Jawabnya

“Ini tadi naik kereta ? kan jauh ?”

“Iya, namanya juga lagi kerja. Sejauh apapun dijalani aja.” Tuturnya lugu

Aku tersenyum melihat kepolosan laki-laki ini. Pasti dia seorang sales yang menawarkan produk-produk tertentu. Apalagi pakaiannya juga putih-hitam, trade mark seorang sales *sok tahu banget*

“Wah, mapnya basah tuh mas.” Tunjukku

“Eh, iya…padahal map ini penting banget. Isinya data pelanggan. Tapi ya mau gimana lagi, la udah basah.” Katanya sambil tersenyum pasrah

“Atau datanya mau diketik lagi di laptop saya ?” aku menawarkan diri *busyet dah, baik banget sih diriku*

“Boleh ya ?”

“Ya gak papa mas..daripada besok dimarahin bosnya..ya kan ?” godaku iseng

Laki-laki itu tertawa kecil. Antara ya dan tidak menerima tawaranku. Tapi ada sebersit asa di matanya. Enggak tau kenapa aku senang banget bisa berbuat baik sama orang ini. Rasanya kasihan banget. Aku tau pasti bagaimana pedihnya saat kita dimarahin oleh bos. Padahal tak selamanya kesalahan ada di pihak kita. Tapi bos mana mau tahu ? Baginya pekerjaan beres, itu aja !

“Ngopi ya mas ?” tanyaku semangat

“Nggak, nge-teh aja.”

“Wak Sani, buatkan teh lah untuk mas ini.” Teriakku pada Wak Sani

Wak Sani mencibir, dari kejauhan.

“Kau orang sini ?” akhirnya, dia bertanya juga tentang aku

“Aslinya sih orang jawa timur sana mas. Disini kerja.” Jawabku santai

“Oo..disini sendirian atau udah merit ?”

Aku tertawa geli, “Belum merit kok mas..”

“Oo..” tanggapnya sambil manggut-manggut

Aku nyengir kuda, cuma oo…pikirku sembari menggaruk kepalaku yang tak gatal

Aku kembali pada laptopku. Tulisan belum terakhiri juga. Perempuan dalam dongeng alam imajinasiku masih tetap tak bergeming di halte. Hingga terbersit untuk menampilkan sosok pangeran hati datang tiba-tiba, berteduh di halte dan di pojok yang sama. Menawarkan perkenalan. Menawarkan keakraban. Tapi sang pangeran itu sudah lebih dulu basah kuyub. Tasnya mengucur air. Rambutnya berantakan, dan bajunya lusuh tak karuan. Hingga justru perempuan itu iba padanya dan lebih dulu menawarkan perkenalan. Menawarkan keakraban. Diberikannya jaket jeans miliknya dan diberikan pada laki-laki itu. Tak ada kata-kata. Hanya seulas senyuman. Senyuman yang memiliki berjuta arti. Diantaranya, mengharapkan kasih.

Aku menjitak kepalaku sendiri. “Ah..perempuan ini kan belum kenal laki-laki itu. Masa dia begitu gampangnya mengharapkan kasih. Berlebihan banget deh..” gumamku

Kuhapus kalimat terakhir, menjadi mengharapkan persahabatan.

“Ah, persahabatan juga terlalu dalem…” ucapku lirih

Kuhapus lagi kalimat terakhir itu menjadi mengharapkan pertemanan. Dan kali ini aku tersenyum. Ini lebih pas untuk perempuan dan laki-laki itu. Pertemuan yang tiba-tiba, berbuat baik, lalu berteman…

Pertemanan itu tak berlanjut. Hingga hujan reda, mereka berpisah. Mungkin hanya waktu yang bisa mempertemukan mereka kembali. Karena tak ada hasrat untuk bersua kembali. Tak ada pengharapan untuk berjanji di tempat yang sama. Bahkan esok pun tak di halte itu lagi mereka berteduh. Perempuan itu memilih pulang dengan lambaian tangan dan laki-laki itu tak membalasnya. Hilang diantara deru kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya.

Aku memonyongkan bibirku. Menyesali kenapa pertemanan itu hanya sebatas itu. Padahal perempuan itu ingin berlanjut. Bahkan bisa saja laki-laki itu mengabulkan permintaannya. Bertandang ke rumahnya. Dan…dan…dan…

“Mbak..aku pulang dulu ya. Hujan udah reda. Hari mulai gelap…” tiba-tiba laki-laki di hadapanku itu berdiri dan berpamitan padaku

Aku tersenyum kecut, “O,iya mas..” jawabku sedikit tergagap

Tak lama, ia menghilang bersama laju keretanya. Entah kemana. Menanyakan siapa namanya pun aku tak sempat. Ah !

Kini tinggal aku yang terpana. Mengutuk diriku sendiri yang begitu bodohnya menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan mataku. Laki-laki itu, aku terkesan olehnya. Perasaan yang tak pernah hinggap saat bertemu dengan laki-laki yang lain. Aaaaahhhh !!! teriakku dalam hati. Kesal luar biasa.

Dan hingga hujan itu reda…perempuan itu tak jua bertemu dengan pangeran hatinya. Sendiri lagi. Sepi lagi. Dan terus mengharap hingga hari esok menjelang. Berharap tanpa kepastian. Berharap dengan putus asa…

Aku mengakhiri cerita itu dengan putus asa. Mungkin perempuan itu kuberi nama Jovanka Ariana…diriku sendiri…Ah !!!

* Sidikalang : kopi khas sumatera utara yg terkenal nikmatnya
* Kereta : Sepeda motor ( bahasa sumut )

Jumat, 29 Agustus 2008

Tiket Pesawat, MAHHAALL!!!

Secara, lebaran tahun ni aku dan suami juga Kei berniat mudik ke jawa. Setelah 4 tahun tak mudik krn gak dpt cuti panjang, rasanya rindu juga suasana lebaran bersama keluarga besar di jawa timur sana

Tapi apa yg terjadi ??? Wooo..rupanya ongkos naik pesawat Medan-Surabaya naik drastis bo !!! Dari yg cuman 800 ribu-an jadi 2 juta-an !!! Gila kan ?! Bayangin aja, aku dan suami dihitung 2 seat dan Kei 1/2 seat. PP alias pulang pergi menjadi 5 seat dikali 2 juta sekian sama dengan 10 juta sekian !!! padahal itu untuk ongkos naik pesawat ajah. Belum lagi bagi2 angpao unt sanak saudara, ngasi duit ke ortu dan mertua, oleh2, dll..hhh...

Kembali lagi ke rencana mudik. Dibilang ikhlas siy ikhlas, toh emang dah niat ingsun mo mudik. Tapi ya gituw deh, agak gak percaya aja ma harga tiket pesawat yg naiknya gila-gilaan itu. Padahal tuh pesawat komersil kecil loh, bukan Garuda dan kelas ekonomi lagi ! Kalo kelas bisnis harganya mencapai 5 juta-an ! Gila kan ???

Tapi yaaa...mau gak mau beli juga...abisss..kalo gak naik pesawat mo naik apa lagi coba ?! naik bus gak mungkin lah, selain perjalanan darat yg so long time bgt ( 4 hari 3 malam ) kan aku juga bawa anak kecil Kei, pasti repot bgt n kasian dianya..pokoknya dah jelas ndak mungkin deh ! Bawa mobil sendiri, pengeluaran bensin, makan, penginapan besar juga, disamping long time, masih capek pula. Siapa yg tahan nyetir medan-surabaya ??? nah, satu-satunya yg masuk akal ya naik pesawat yg mahhhaaall itu !

Baru tau rasanya jadi orang tua niy..ternyata bejibun yg harus dipikirin ! Makanya dulu waktu masih jadi anak ndak pake mikir apa-apa, malah sukanya nyusahin ortu aja. Sekarang dah tau betapa ndak mudahnya menjadi orangtua itu yaaa...pasti dulu bapak ma mama aku juga kayak gini, mo mudik aja ribetnya minta ampun !

mo ndak mudik rasanya kesepian bgt di perantauan, serasa ndak lebaran gituw deh. Paling2 jalan2 ke medan bertiga aja, aku, suami, dan Kei..hiks..hiks..hiks..terasa bgt butuh keluarga niy...maklum, kami di bumi sumatera ini sorangan wae, ngga ada sanak saudara satu pun !!!

hhh...btw anyway busway...sutralah...toh semua tu untuk kebahagiaan bersama..momen lebaran ni emg yg paling cucok untuk bersua dg seluruh keluarga besar,karena semuanya pada kumpul tumplek plek jadi satu di rumah mbah di kediri...amin amin amin..

At Last...aku mengucapkan SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN..semoga kita bisa mengambil hidayah di bulan suci penuh berkah ini...amiiiin...

Kamis, 28 Agustus 2008

Euforia Barack Obama

Barusan nonton pidato-nya barack obama, salah satu kandidat calon presiden amrik dr partai demokrat. Sebelumnya sempat penasaran dg sosoknya yg akhir2 ini banyak menjadi perbincangan di seluruh penjuru dunia. Bahkan menurut aku saat ini sudah terjadi demam obama dan euforia thd calon presiden kulit hitam ini.

Melihat fisiknya, gayanya dan tutur katanya dlm menyampaikan orasi di puluhan ribu simpatisannya membuat bulu kudukku berdiri. Secerca asa sempat terlintas di otakku ttg amerika. Mungkin, ini adalah lahirnya amerika baru, tanpa perang, tanpa over kekuasaan, tanpa dominan insting yg hanya akan merugikan negara2 lain.

Cerdas. hanya itu yang bisa kutangkap dr sosok barack obama. Dengan usianya yg masih tergolong muda, tingkat intelektual yg tinggi, dan sedikit wajah "komersil" alias agak seleb2 gitu sangat wajar kalo dia menjadi kandidat paling berpengaruh saat ini. Bahkan, baru kali ini orang kulit hitam maju di kancah politik sekelas USA gitu loh.

Melesatnya kepopuleran obama tidak lepas dr banyaknya dukungan dr seluruh warga amerika. Dan ini membuktikan bahwa sebenarnya masyarakat amerika sendiri sudah bosan dg era kepemimpinan ala diktator jaman Bush cs. Masyarakat menginginkan perubahan. Perubahan mendasar yg lebih baik tentunya. Perang dan kekuasaan tanpa batas selama ini hanya menjadi tujuan para elit politik saja.

Hati nurani sesungguhnya tak demikian adanya. Obama berhasil mengakomodir semua keluh kesah masyarakat amerika menjadi sebuah janji-janji yg ia serukan dlm setiap orasinya. Gaya berorasi yang santun, sederhana, namun mencerminkan obama yg cerdas mampu membius hampir keseluruhan masyarakat amerika.

Memperbaiki sistem pendidikan yg ada, menghapus perang, meminimalisasikan upaya impor (merebut paksa ????) minyak dr timur tengah, dan bla bla bla disampaikannya dengan penuh percaya diri dan meyakinkan.

Wow ! obama oh obama...sosok cerdas yg ternyata nih juga pernah sekolah SD di Indonesia loh, semoga kejujuran dan loyalitas yg tinggi terhadap negara dan juga peradaban dunia bisa membawa perubahan bagi bumi ini. Mengingat amerika adalah negara adikuasa, tak semestinya menjadi musuh bagi negara-negara lain.

Aku, yg jelata, yg tak tau apa-apa tentang obama, berharap perdamaian dapat tercipta di bumi ini. Tak ada lagi perang di timur-tengah, tak ada lagi diktator politik...kadangkala teori dan sistem memang penting, tapi hati nurani harusnya tak mati terlindas kepentingan jabatan sesaat...
apakah yakin obama akan menang dlm pemilu kali ini ??? Who knows...bagaimanapun politik tak ubahnya telapak tangan yg begitu mudahnya dibolak-balikkan...

Senin, 25 Agustus 2008

Demi Games Daddy

Beberapa hari ngga posting, kangen jg yaa...bukan knp2, beberapa hr ni pc drmh lg error. tiba2 mati sendiri gitu. paling sebel kalo pas lagi nger-net tiba2 pet!! gelap semua di LCD..sebeeelll banget!! mulailah aku dan suami saling menyalahkan. Aku menuduh semua ini krn games2 suami aku yg punya kapasitas file super gede bgt yg akhirnya bikin pc jd lemot n mati-matian gitu...sebaliknya suamiku mengelak dan balik nyalahin aku yg terlalu sering nger-net n download2 tema untuk hp sebagai sumber malapetaka-nya, karena katanya banyak virus yg ngendon di pc ini dr internet...fuihhh!!!sebel banget!perang mulutpun terjadi dan diakhiri dg tangisanku *hihihi...jurus jitu ni...pdhal akting doang*

At last, suamiku ngalah juga *horreeyy* n ngajakin aku bw pc ke microstar, toko komputer n service-nya juga. Meski gitu, sepanjang jalan, di mobil bawaannya cemberut aja..but aku pasang tampang tak berdosa aja deeeh, yg penting bisnis blog gak boleh terhambat *halah*

Sampai di microstar, sengaja aku gak ikutan masuk. Males bgt. Lagian, anakku Kei ogah diajak masuk juga. Akhirnya aku nunggu di mobil deh.

Tak seberapa lama aku menunggu, tiba-tiba dia datang sambil ditemani petugas toko yg bawa beberapa kardus besar. Apaan nih ? pikirku

Setelah semua dimasukkan dalam mobil, dan suamiku juga dah dibelakang kemudi. Baru aku nanya dg rada sewot

"Apaan tuh dad ? Daddy beli pc lagi ya ?"

"Iya."

"Lo, pc yg lama dijual ?kan banyak data bunda disitu..."

"Nggak, tu masih nginep, diperbaikin."

"Jadi kenapa beli pc lagi ? untuk apa ?"

"Khusus untuk maen game daddy."

OMG ! beli pc lagi hanya untuk maen game ???? bener-bener deh....

"Pokoknya, ntar pc yg lama khusus untuk bunda nger-net, dan yg baru ini khusus untuk daddy nge-game, ok."

WHATTTTTTT ?????
***
Ya...itulah sepenggal cerita ttg suamiku yg hobi bgt nge-game. Aku ga tau apa namanya, pokoknya yg nyusun2 strategi gitu deh...malah dulu waktu masih baru2nya ps2, dia sampe bela2in beli proyektor supaya bs maen dg gambar yang super big loh !!! ckckck...herannya lagi,bp2 temen kantornya kok ya mau jadi partner mainnya...hhh...tiap hari non stop. Pokoknya pulang kerja langsung main sampe subuh lagi. paling brenti maem, mandi, n sholat. Itupun aku musti cerewet dulu baru dia mau stop. hhh...tp gak seberapa lama, proyektornya rusak. lampu sorotnya ngga bisa nyala gitu...hihihi..aku malah hepi jadinya...sedangkan dia sedih bgt hahaha....abisss...bagaimanapun mesin kan juga butuh istirahat toh...
***
Balik lagi, sekarang pc-ku dah sehat lagi nih...tp ngelirik pc baru suamiku jd ngiri juga hehehe...

Seorang Bapak

Ia seorang tua
Memutih dan mengeriput
Bermandi peluh menantang dunia
Tak peduli usia telah merenggutnya

Ia seorang tua
yang tak kenal lelah meniti hari
Demi mereka yang dicintai
dan kepada Tuhannya ia berserah

Ia seorang tua
Kadang terlupa untuk selalu diingat
Hampir tak tersebut dalam doa
Karena ia tak memintanya

Ia seorang tua
Hanya ingin hidupnya berarti
Meski tak menorehkan nama
Ia tak mengapa

Ia seorang tua
Mengayuh kaki hingga terbenam
tak berharap kasih dari mereka
tapi mengharap bahagia untuk mereka

Ia seorang tua
Sendiri menapaki senja
Tertatih meraih asa kehidupan
Sisanya...ia hanya bersujud

Ia seorang tua
Seorang bapak
Seorang pemimpin
Seorang bijaksana
Seorang yang kerap terlupa...

Cerita tentang Malam

Malam…ada remang cahaya rembulan, ada kerlip bintang kala cerah, ada langit menghampar pekat, ada desir angin yang dingin hingga ke pori kulit, ada sorot lampu-lampu kota yang berwarna-warni, ada warung-warung tenda kaki lima yang menjajakan berbagai hidangan ala kadarnya. Karena mereka, para pedagang sadar, bukan yang terpenting jenis makanan yang dijual, tapi pembeli lebih banyak membeli suasana, membeli pojok lesehan hanya sekadar untuk menikmati malam, seorang diri, beramai-ramai, atau hanya berdua dengan orang terkasih meski cuma ditemani secangkir kopi susu panas dan selembar roti bakar rasa coklat. Sementara, deru mobil dan motor tak henti berlalu lalang diseluruh penjuru jalan raya. Semuanya hingga malam larut…

Pun diriku yang mencoba menikmati malam seperti mereka, selepas maghrib, seorang diri. Berdalih mengisi perut, kulangkahkan kakiku menuju salah satu warung tenda berwarna biru. Menawarkan lesehan, temaram, dan aku tertarik untuk duduk di pojok yang paling pojok. Paling tidak, aku bisa menikmati malam tanpa terganggu dengan sapaan-sapaan teman-teman kuliah yang biasa lewat di sekitar sini seandainya aku duduk di deretan depan atau tengah. Karena aku sedang malas bersapa-sapa.

Seorang perempuan muda berpakaian modis menghidangkan segelas wedang jahe dan omelet dari mi instant yang telah kupesan. Wajahnya sumringah mempersilahkanku menikmati hidangan sederhana itu. Disisi kananku, tampak dua orang muda-mudi, sepertinya seumuranku juga, tengah asyik bercanda sambil sesekali berpandangan. Apalagi sang cewek begitu manja bergelayut di pundak sang cowok. Mesra. Tapi kemesraan itu haruskah menjadi milik umum ? ah, ataukah hanya aku yang cemburu melihat kemesraan itu yang tak kudapat di malam ini maupun malam-malam sebelumnya ?

Tiba-tiba ponsel Nokia jadul yang selalu standby di saku celana jeans-ku berdering. Tak ada lagu-lagu mp3 seperti kebanyakan ponsel canggih jaman sekarang. Yang terdengar hanya dering telepon kriiing..kriiing…itupun bukan midi tapi mono. Sengaja tak kugadaikan ponsel tua ini, karena aku yakin duapuluh tahun ke depan ia akan menjadi barang langka dan banyak dicari kolektor ponsel *halah*

“Halo…” sapaku sedikit malas

“Sas, lagi dimana ?” Tanya di seberang

“Siapa sih ni ? sok akrab deh” Aku balik nanya

“Dirga sas, masa gak kenal suaraku ?”

“Eh, Dirga..sori sori..da apa nih hehehe?”

“Aku lagi di kosanmu nih, tapi kamunya malah gak ada, kemana sih ?”

“Cari makan Ga, ngapain ke kosan Ga ?”

“Ada yang mau aku omongin Sas…”

“Penting yak ? by phone ga bisa yak ?”

“Wah gak bisa Sas…gini deh, kamu bilang lagi dimana, biar aku nyusul kesana ya ?”

Aku terdiam sesaat, haruskah kukatakan dimana aku sekarang ? seberapa pentingkah diriku untuk seorang Dirga ? Laki-laki impianku, teman satu kampus, tapi beda jurusan. Perasaan ini tak boleh kubiarkan tumbuh subur. Akan semakin menyiksaku dalam hari-hari tanpa kepastian, bahkan tanpa tanda-tanda atau firasat sekalipun. Bahkan, kenyataannya Dirga adalah impian semua perempuan di kampus, jelas aku semakin tak istimewa lagi sekalipun dalam ujung mimpiku sendiri. Seketika kutepis rasa itu…

“Duh, sori ya Ga, aku ga bisa ketemuan sekarang.”

“Kenapa Sas ? cuman cari makan kan ?”

“Tadinya…tapi ni sekalian mo ke warnet…sori yaaa..”

“Ya udah aku ikut ke warnet aja, gimana ? atau kamu selesai dari warnet jam berapa ? biar aku jemput ya ?”

Oh God ! sepertinya malam ini aku betul-betul jadi orang penting nih di kehidupan Dirga. Ah Dirga…kenapa cuma malam ini ? kenapa nggak malam-malam lalu kamu juga membutuhkanku ? Ada secerca penasaran menggelayut di otakku. Sebab, Dirga tak seperti biasa. Sassiiii…!!! Udah deh, ga usah ge-er…kali-kali aja Dirga cuma mo minjem duit atau tugas mata kuliah umum. Abis tanda-tandanya mirip ma temen-temen yang sok sibuk nyariin aku, ujung-ujungnya “Aku fotokopi ya diktatnya” atau “Ntar malem aku kembaliin deh tugas ini.” atau “Gajian depan aku bayar deh, seratus ribu aja kok Sas..” hhh..

“Aduh Ga, sori deh ya gak bisa..beneran.”

“Kenapa sih ? atau lagi jalan ma orang ya ?” tanyanya curiga

“Iya Ga, ma Dion.” Jawabku asal. *Dion ???anak siapa tuh?*

“Oh gitu ya..ya udah..gpp, sori ya, ganggu.”

Tuts. Sambungan terputus tiba-tiba.

Tapi, hatiku tak putus bertanya-tanya. Ah, rasanya terlalu naïf aku menyamakan Dirga dengan teman-temanku yang lain. Kepalaku seperti dijatuhi berjuta-juta rasa sesal. Ingin, menghubungi Dirga lagi, dan mengatakan bahwa aku berbohong, dan aku bersedia bukan hanya malam ini tapi juga malam-malam lagi jika ia membutuhkanku. Tapi, mulutku kelu, konsentrasiku buyar, kata-kataku melayang, berhamburan, sampai menyita banyak waktuku malam ini, hanya untuk memikirkan Dirga.

Malam adalah sahabatku. Temanku dalam sebuah perenungan yang kerap melepaskan aku dari segala penat kehidupan. Meski sesaat, tapi malam banyak memberi keindahan. Meski gelap, malam banyak memberi warna. Meski dingin, malam justru menghangatkan jiwaku yang kala dilanda rindu, rindu akan mencinta dan dicintai.

Malam juga yang menghantarku ke peraduan. Menikmati sajian mimpi-mimpi indah yang terpintal begitu saja. Menjadikan bunga tidur hingga menjelang pagi, aku tersadar, malam telah berlalu…

Malam juga menjadi album banyak kenangan indah tercipta. Saat ayah menghadiahkan sepeda motor di hari ulang tahunku yang ke-17 lalu, tepat pukul 20.00. Saat aku menang lomba karaoke 17 agustus-an dan menerima piala terjadi pukul 23.00, lalu saat aku ikut menjadi sukarelawan menolong korban banjir yang melanda kotaku terjadi pukul 21.00, lalu saat aku menemukan selembar uang kertas seratus ribu di jalan *halah, ga penting* pukul 19.00, hingga berjumpa sosok Dirga dan berkenalan juga lewat malam, saat kami sama-sama mengantri di depan mesin ATM. Tapi semua itu hanya sebatas kenangan lalu. Karena tak satupun kenangan itu menjelma menjadi harapan dan kenyataan yang abadi.

Malam ini, aku begitu berharap Dirga masih mencariku, seperti malam kemarin. Sengaja aku lewatkan malam ini di kamar. Menunggui ponsel yang tak jua berdering. Dalam hati, berdoa moga Dirga menghubungi (lagi). Hingga larut malam, lewat tengah malam, dan pagi menjelang, aku tertidur di kursi meja belajar. Didepan batang hidungku, ponsel itu tetap diam membisu. Tak ada jejak-jejak deringnya. Itu berarti, malamku tadi sia-sia…
***

“Sas, ga jenguk Dirga ?” sapa Wulan tiba-tiba, begitu aku memarkir sepeda motor di pelataran kampus

“Kenapa emangnya dia ?” tanyaku sambil melepas helm

“Sekarat tu anak. Tau tu, katanya sih mo coba bunuh diri gitu. Gara-gara cewek.” Jawab Wulan sok tahu

“Jangan nge-gosip deh.” Sahutku cepat

“Suer Sas ! ni lagi berita heboh di kampus. Secara, Dirga tuh ganteng, smart, banyak digilain cewek-cewek, ternyata rela bunuh diri hanya karena cewek ???” Wulan ngomporin

“Serius bunuh diri ? sakit kaliii…???” tanyaku masih ga percaya

“Ya ampun Sas, saksinya tuh si Andi, cowokku yang juga temen satu kosnya Dirga. Si Andi juga yang bawa dirga ke rumah sakit. Abis banyak darah dimana-mana, pergelangan tangannya diiris gitu. Sempet koma juga. Tapi sekarang dah membaik, ga di ICU lagi kok.” Tutur Wulan panjang lebar plus semangat 45

“Kapan kejadiannya Lan ?” tanyaku mulai percaya

“Dua hari yang lalu, tengah malam. Tapi belum ketahuan, siapa cewek yang bisa bikin hatinya keok kayak gitu. Hebat juga tuh cewek ya ???”

“Yakin banget bunuh dirinya karena cewek ?” protesku

“Iya, soalnya di pc-nya ada ketikan yg belum selesai gitu…isinya ttg kekecewaan pada seorang perempuan, tapi ngga da namanya perempuan itu…kira-kira siapa ya..???” gumam Wulan sambil menggaruk-garuk rambutnya yang ngga gatal

Degg ! deuuh..kok aku jadi ge-er banget kalo perempuan itu aku sich ? siapa tau malem itu dia justru pengen curhat aja ttg kekecewaannya itu, dan perempuan itu bukan aku. Ah ! memang bukan aku kok !

“Ya udah…ntar malem kita jenguk dia ya Lan..”putusku kemudian

“Sore aja napa sih ?”

“Malem aja deh, lebih romantis.” Jawabku sambil berlalu

“Romantis ? apa hubungannya yak sama jenguk orang sakit ?” Wulan terbengong-bengong sendiri menanggapi jawabanku
***

Kembali malam bersiap, hadir kembali diantara desah nafasku, mengiringi setiap hariku, melengkapi semua cerita-ceritaku, hingga kembali aku tertidur dalam buai syahdunya. Tapi sebelumnya, ada satu babak cerita yang belum tuntas. Bersambung kayaknya juga ngga mungkin, karena Wulan pasti keki abizz kalo sampe janji jenguk Dirga dibatalkan atau sekadar ditunda. Padahal jujur, malam ini aku merasa teramat lelah. Lelah dengan siang yang begitu terik, lelah dengan tugas-tugas kuliah yang kejar tayang, lelah dengan dosen yang kere, yang beli jam tangan aja ngga bisa, sampe aku harus nunggu lebih dari tiga jam dari janji yang dah dibikin sehari yang lalu *maap ya pak hehehe*, dan yang paling bikin lelah, nanggepin makhluk-makhluk kampus *temen2 maksudnye* yang ribut nge-rapatin rencana mo filtrip. Padahal bukannya mo ke Bali kek, ato ke Singapore kek, atau ke Penang kek…cuma mo ke sebuah kampung kecil yang deket banget lokasinya ma kampus kita. Secara, apanya yang musti dibahas sih ? Tinggal ijin kantor pusat, RT/RW, udah kelar. Transport aja ngga pake, orang kita boncengan masing2 naik sepeda motor kok, yang ngga punya n ngga dapet tebengan yaaa…maap aja jalan kale yeee…itu pun kalo cerdik bisa lewat jalan terobosan n nyampenya bisa lebih cepet daripada yang naik sepeda motor. Hhh…dasar makhluk-makhluk aneh bin ajaib !

Lo, kembali lagi ni mo jenguk Dirga yak ?*sampe lupa* Sementara aku baru selese mandi, Wulan dah rajin banget nungguin di kosan. Mana saltum lagi. Masa mo jenguk orang sakit pake tanktop n hotpant warna ijo ngejrenk gitu si ??? Duh, malu-maluin aja sih..mungkin dianya ngga malu, tapi aku yang malu. Dipikirnya aku lebih stress dari dia karena mau aja berteman dengan orang stress.

“Mo kemana buuk ?” sindirku

“Jenguk Dirga.” Jawabnya mantab, gak da curiga-curiganya kalo aku nyindir dia

“Dingin loh di luar, mending pake jaketku ni.” Kataku seraya melempar jaket jeans ke arahnya

“Nggak dingin kok Sas, tadi aku kesini ngga pake jaket.” Sanggahnya bangga

“Iya tadi, sekarang lain. Udah pake aja. Kalo ngga kita ngga jadi pigi.” Ancamku sedikit geli

Sedikit bersungut, Wulan pun memakai jaket itu.

Rumah sakit itu masih putih, polos, dan berkoridor-koridor. Di ujung sebelah kanan, gedung bertingkat tiga tampak terang benderang. Terlihat berjejer tempat tidur di setiap lantai. Pasti itu kelas biasa alias bangsal. Terlihat juga di luar gedung, puluhan orang menggelar tikar, beratap langit, berselimut dingin, menunggui sanak saudara, kerabat, sahabat, kekasih, anak, dsb dengan penuh kepasrahan. Nampak guratan-guratan wajah nan lelah pada diri mereka. Kasihan…

“Kamarnya dimana Lan ?”

“Pavilyun Mawar nomer lima A. Kayaknya depan itu belok kiri ya…”

Aku mengangguk

“Nah, bener kan. Tinggal kita cari nomer lima A.” teriak Wulan hepi banget.

Setelah beberapa langkah kami menyusuri koridor pavilyun Mawar, akhirnya sampai juga kami di depan kamar bernomor lima A. Entah kenapa, tiba-tiba perasaanku menjadi tak terkendali. Antara sedih, senang, takut, deg-degan, hingga salting tak karuan. Duuh ! aku menjitak kepalaku sendiri.

“Kenapa Sas ? pusing ya ?” Tanya Wulan polos

Aku tak menjawab.

“Yakin ini kamarnya ?” tanyaku memastikan

“Yakiiiiiinnn…” jawab wulan dengan suara sedikit melengking. Cepat-cepat aku membungkam mulutnya.

“Ya udah, kamu duluan yang masuk ya !” kudorong-dorong tubuh mungil Wulan

“Aaahh…engga ah…takut ni..” Wulan mengelak

“Takut apaan ?”

“Abis ngajak ke rumah sakitnya malem-malem sih..kan sepiii…”

“Yee..kebanyakan nonton sinetron !”

“Udah deh, masuk gih…ngga enak diliatin orang-orang lewat. Pikirnya kita lagi ngapain.” Paksaku

Wulan menyerah *memang selalu menyerah kalah yak hehehe*. Perlahan dibukanya pintu kayu sedikit berukir itu. Perlahan pula, tampak seorang Dirga tergolek lemah di tempat tidur. Tak sedang tidur. Ia tersenyum melihat Wulan, meski dipaksakan.

“Masuk aja mba. Temennya Dirga ya ?” seseorang menyapa Wulan

Wulan beringsut masuk, diikuti aku. Saat mengetahui ada aku, Dirga sedikit terkejut. Senyum yang ia berikan untuk Wulan sungguh berbeda dengan yang diberikannya padaku. Getir. Aku berusaha biasa saja. Justru aku lebih penasaran dengan sosok perempuan cantik yang telah lebih dulu ada dalam kamar yang sejuk ini. Cantik dan sepertinya sangat perhatian dengan Dirga. Hatiku menciyut. Pasti perempuan ini yang membuat Dirga rela berbuat begini. Ya Pasti !*sok tau banget*

“Kenalkan, nama saya Windy.” Perempuan itu ramah mengulurkan tangannya yang putih mulus padaku dan Wulan

“Saya Wulan.”

“Sasi.” Jawabku singkat

Tak seberapa lama, Wulan dan Windy telah terlihat akrab. Saling mengobrol dan tertawa. Dan, entah kenapa aku menjadi pendiam. Bahkan terancam membisu. Aku enggan terlibat didalamnya. Kusadari ada cemburu yang menusuk hingga ulu hati. Tatkala, Windy dengan telaten mengelap keringat Dirga atau sekadar menanyakan ingin minum atau tidak. Ups ! aku berusaha membohongi diriku sendiri, tapi aku tetap cemburu, tetap tak ingin kebahagiaan malam ini menjadi milik Windy atau siapapun juga.

Malam semakin menunjukkan harapan. Selalu begitu, dan aku selalu percaya. Dan harapan itu ada di depan mataku saat ini. Sesaat akan pamit pulang, Dirga menahan langkahku dengan menarik separuh tangan kananku. Sakit oleh cengkeraman kuatnya. Tapi pasrah saat ia menarikku untuk mendekat padanya. Wajahnya tirus. Tapi tak serta merta menjadi kabut yang menyelimuti ketampanannya.

Jantungku berdegup kencang. Peluh yang tak seharusnya membasahi bajuku seolah tak tertahan lagi. Ya, aku benar-benar dilanda kegundahan yang luar biasa. Kegundahan yang sama lima tahun silam, saat Ruben menyatakan cinta di taman kota *halah* malam hari jua, dan saat setahun berselang, ia mencampakkanku begitu saja. Sempat menjadi luka menganga yang tak terobati, hingga aku bertemu dengan Dirga, menikmati jatuh cinta dalam hati, terpendam tanpa seorang pun yang tahu. Bahkan diriku sendiri sempat meragukannya dan menepisnya.

“Kamu mau pulang juga Sas ?” suara Dirga seperti mengisi penuh rongga hatiku. Dan suara lembut itu mampu membuatku terpana dan semakin kikuk

“Iya Ga..” jawabku pelan namun berharap Dirga mencegah dan memintaku untuk tetap tinggal menemaninya. Setidaknya malam ini saja.

“Win, mending kamu balik dulu aja ya, istirahat lah, kan dah dari kemarin kamu nungguin aku disini. Sekalian Wulan bareng mobil kamu aja Win, kasihan ntar dia pulang sendiri malem-malem…” ucap Dirga

Sesaat kami semua terdiam. Aku yakin tak satupun yang menyangka Dirga akan mengatakan itu.

Windy tersenyum kecut, “Eh, emm…iya Ga…ya udah, aku pulang dulu ya..” pamit Windy kemudian

Wulan terbelalak, “Jadi Ga, Sasi nginep sini gitu ?”

“Iya. Biar malem ini dia temenin aku disini. Dia harus bertanggungjawab dengan semua ini..” jawab Dirga pasti

“Bertanggungjawab ???” Wulan, lagi-lagi nggak ngeh juga dengan maksud Dirga. Sebelum akhirnya dia pergi juga dengan sejuta pertanyaan tentang ‘tanggungjawab’ *hihihi*

Dan saat ini, hanya ada aku dan Dirga. Saling membisu dalam kerinduan yang teramat sangat. Perlahan Dirga meraih jemariku…

“Kamu pasti sudah tau aku coba bunuh diri..kamu pasti juga udah tau aku bunuh diri karena kecewa dengan seorang cewek…” Dirga membuka pembicaraan

Aku mengangguk pelan, “Iya…di kampus beritanya udah nyebar Ga…”

“Kamu tau siapa cewek itu ?”

Aku menggeleng, “Nggak tau Ga…”

“Namanya Sasi Wurindra.”

“Aku Ga ???” teriakku sambil menunjuk mukaku sendiri

“Iya..siapa lagi ?”

“Kok bisa aku sih Ga ?”

“Harusnya malem itu aku udah niatan mo nembak kamu. Sampe aku bela-belain gak pulang kampung. Padahal hari itu juga ada acara keluarga di Surabaya. Tapi aku inget hari itu kamu ulang tahun kan…makanya aku bersikeras nggak pulang biar dapet momen yang pas buat nembak kamu. Tapi kamunya malah dah nge-date ma cowok lain. Kupikir pasti dia pacar kamu. Karena kayaknya malam itu kamu betul-betul nggak mau ketemu aku…”

Oh my God !!! Geblek bangets sih diriku ! sumpah, aku nggak inget sama sekali hari itu ulang tahunku. Lupa aseli !!!

“Ya ampun Ga…sumpah, aku sendiri lupa lagi ulang tahun…dan baru sekarang aku inget…” ucapku penuh dengan penyesalan

“Jadi, malam itu kamu ngga lagi ngerayain ultah ma pacar kamu ?”

“Tunggu…tunggu…pacar Ga ? pacar yang mana ?”

“Dion ?!”

Sejenak aku terdiam, lalu terkekeh di antara wajah bingungnya Dirga.

“Dion ya Ga ? hihihi…Dion itu ga ada Ga…fiktif ! waktu itu aku bingung mo cari alasan supaya bisa menghindar dari kamu…terlintas nama Dion, ya udah…tercetus deh…” terangku sedikit geli

“Trus kenapa kamu menghindar dari aku ?” suara Dirga kelihatan marah

“Aku…aku cuma ngga ingin setiap malam selalu sendiri dalam sepi, merasakan cinta yang kurasakan sendiri. Aku selalu berusaha mengusir semua itu Ga…membunuh cinta yang sepertinya makin hari makin tumbuh subur, sementara orang yang aku cintai tak sedikitpun memberi celah untukku menikmati firasatnya, meski semuanya belum pasti...”

“Cinta itu aku kan Sas ?”

Aku mengangguk.

“Sas..tau ngga ? sebenarnya aku udah suka sama kamu sejak kita ketemu dan kenalan. Aku selalu berusaha cari tahu tentang kamu. Dan terakhir, aku tahu bahwa kamu sedang terluka karena seseorang. Aku coba menunggu dan sabar sampai luka itu sembuh, karena aku ngga mau menjadi perban untuk membungkus lukamu. Kubiarkan luka itu mengering, dan aku ingin menjadi kulit yang baru tanpa luka lama…”

“Sebenarnya juga Ga…lukaku telah mengering saat ketemu dan kenalan sama kamu…” potongku lirih

Dirga menatapku dengan penuh kasih. Aku terhanyut dalam sorotnya. Malam ini hening.

“Kamu mau kan jadi kekasih aku Sas ?”

Tak ada lagi tempatku untuk bersembunyi dibalik kebimbangan. Karena yang ada kini hanyalah kepastian. Kepastian yang kutunggu-tunggu sekian lama. Malam demi malam…larut menghanyut…dan sekali lagi, malam sudah memberiku ruang terindah dalam hidupku. Tak lagi sendiri, tak lagi sepi, tak jua berkawan saja dengan langit pekat dan bintang..karena malam ini aku perkenalkan pada kalian semua…kekasih hati yang akan menjadi bagian dari kita…dari malam…
***
cerpen *lagi stress nee...*

Rabu, 20 Agustus 2008

heboh karena secuil blog amatiran

Beberapa waktu yg lalu aku dipanggil bu manajer-ku. Tergopoh-gopoh aku datang kerumahnya dengan dijemput satpam yg biasa jagain rumahnya. Dag dig dug juga, ada apa ya??? karena wkt di telepon ibu ngga bilang ada apa...

Pas sampe dirumahnya, aku dipersilahkan duduk. Mulailah ibu bercakap,"Fin,fifin memang suka nulis dan buka internet ya ?"

"Iya bu.kenapa bu ?"jawabku cepat

"Nggak..kemarin saya ditelepon oleh orang pusat di medan, rupanya mereka baca tulisan fin yg ttg kegiatan2 kita di sini."

"oo, yg di blog milik kita itu ya bu..kenapa bu ? ada masalah ?" tanyaku mulai was-was

"Gini fin, katanya ibu dirut kurang suka dengan pemberitaan-pemberitaan seperti itu. Orang pusat sana udah ada yg kena tegur, makanya dia kasih tau supaya kita nggak meneruskan lagi tulisan2 itu, mumpung ibu dirut belum baca juga.."

"apanya yg salah bu ? tapi yg saya tulis itu muatannya positif lo bu. Logikanya, saya kan bagian dari ibu-ibu semua, jadi mana mungkin saya menulis yg negatif. Sama aja saya menusuk diri saya sendiri dong..jangan-jangan ini cuma upaya orang pusat yg nggak mau kalah sama orang cabang bu ???"

"itulah fin. ibu sendiri juga heran. tapi ibu udah minta saran ibu ketua kita, malah dia senang dan minta dibuatin website juga.."

"blog bu.."kataku sambil tersenyum

"iya apalah itu namanya...malah ibu ketua kita memuji fifin..karena fifin jadi yg pertama buat tulisan2 di internet ttg kegiatan2 kita.."

"gini aja bu, baiknya ibu tanyakan lagi sama orang pusat yg telpon ibu itu, apa sebabnya dia dulu ditegur sama ibu dirut ? jangan-jangan dia bikin tulisan yg nggak-nggak, makanya ditegur..soalnya, nggak mungkin bu, masa bikin blog positif aja dilarang..." saranku

"iya juga fin..biar nanti saya tanya dia..udah fifin nggak usah takut ya, kita nurut sama ibu ketua kita aja. fin teruskan aja nulisnya ya. Bapak (manajer)juga mendukung fifin kok..."

"kenapa saya musti takut bu ? la saya nggak nulis yg aneh2 kok..semua real ttg kegiatan kita. harusnya ibu dirut seneng donk bisa tau berita yg up date dari anggota2nya yg ada di cabang.."

"Iya betul juga fin..ibu setuju sama fifin..."

***

Olala...aku cuma bisa tertawa kecil.ternyata aku sudah bikin heboh di kantor direksi pusat hanya karena blog yg aku bikin...hhh..padahal aku kan blogger pemula yg tergolong gaptek dibanding blogger2 yg lain..

secara, memang ibu2 disini ga ada yg melek internet. ditanyain soal blog, yaaa...jawabnya "apaan tuh?" kayak aku dulu masih belum tau blog hehehe...

but aku berpikir positif aja. ya..semuanya butuh proses...namanya memberikan sesuatu yg baru di lingkungan kita pasti ada pro dan kontra...

tapi aku malah semakin semangat menularkan virus2 nge-blog di kalangan ibu2 kebun loh..pokoknya aku ingin ibu2 tuh lebih maju dari yg sekarang hihihi...

tapi ada juga sedikit keraguan...salah ngga sih dengan apa yg kulakukan ???

Sekarang semua ibu2 dari pusat maupun cabang2 yg lain pada rame membicarakan fifin..fifin..dan fifin..weeee jadi terkenal hahaha...

Selasa, 19 Agustus 2008

Pantai, aku rindu...

Sudah lama aku tak melihat pantai..pasir putih..dan batu-batu karang yg berserak di bibir pantai. Pasti tak bisa diungkapkan dg kata2 melihat indahnya jingga kala matahari perlahan mulai tenggelam tergantikan oleh petang yang kemudian malam...

Terkuak kembali lukisan pantai yg mendebur-debur ombaknya, mengombang-ambingkan perahu layar yang berhias warna-warni..

Di dermaga itu, semilir angin membelai wajah, hingga tak sadar helai demi helai rambut telah terkoyakkan, seperti menyibak perasaan yg sedang dilanda rindu, dirundung sedih, atau jua yang sedang tak memiliki rasa apa-apa

Ah, aku ingin pergi ke pantai (lagi)..melihat keindahan karya Tuhan, mensyukuri kehidupan dan merenung akan diri sendiri. Melihat langit luas, air lepas, tempat ku berpijak menghampar dan aku hanya sendiri, kecil, kerdil, tak terlihat, bukanlah apa-apa, bukan juga siapa-siapa...

Bulan yg meredup atau bintang yg bersembunyi di balik mendung hitam seperti mengisyaratkan bahwa aku tak punya kekuatan untuk menyalakan lentera malam atau sekadar menghalau kabut hingga gemintang disana tertangkap oleh mataku

Mataku hanya sanggup melihat, hidungku hanya bisa mendengus, bibirku hanya mampu berkata-kata, telingaku tak lekang oleh suara, tangan dan kakiku bergerak kesana kemari, dan hatiku hanya mau menyimpan rasa...selebihnya aku hanyalah perempuan yg lemah yg selalu ingin bahagia dg segala rasa syukur, doa dan kesabaran...

Seperti syukur akan nafasku kini, doa akan kebaikan2ku, dan sabar akan menunggu waktu aku bisa bertemu pantai pasir putih kembali...insyaAllah...

Menghargai Sepenggal Usaha

Hampir saja tak kusadari,Kei kini sudah semakin besar. Meski belum banyak kata yg terlontar dari bibir mungilnya yg merah, tapi caranya menatapku sudah cukup mengisyaratkan bahwa ia mencintaiku.

Dekapan lembut dan menyeretku ke tempat tidur, seolah aku adalah hal yg paling berharga dalam hidupnya. Ia selalu membutuhkanku, bahkan sampai ujung mimpi2nya. Aku tak pernah bisa berkata tidak jika malaikat kecilku ini berharap kasih dariku.

Dari pancaran nan bening dua buah bola mata yg indah, selalu berhasil meruntuhkan penat yg sejak lalu mendera. Apalagi kala ia memintaku untuk memeluknya. Aku seperti menjadi perempuan yg paling sempurna. Setidaknya sempurna di hatinya...

Terakhir, kulihat ia telah berbangga, memperlihatkan padaku, bagaimana ia mampu mendaki kursi sofa di ruang tamu rumah kami. Dengan penuh perjuangan, tubuh mungil itu sampai juga di puncak kursi. Tawanya riang, ini adalah kesuksesan besar yang ia raih, saat ini.

Daddy-nya terkejut dan cepat-cepat hendak memperingatkan, sebuah bentuk kekhawatiran seorang bapak akan putrinya. Wajar. Tapi aku tak kalah cepat menahan langkahnya,

"Biarkan saja..." aku malah bersorak dan bertepuk tangan, "Hebaaaat..." pujiku seraya memeluknya dan membopongnya turun dari kursi.

"Tapi, sekali lagi jangan memanjat sendirian ya pintar...bunda sama ayah harus diajak juga dong...ok ?" bisikku lembut di telinga putri kecilku ini

Kei tertawa girang, aku yakin dia mengerti apa yg kuucapkan tadi...dalam hati...

Sang daddy mengelus rambutku, seolah ingin mengungkapkan sejuta pujian untukku karena telah berhasil menurunkan Kei dari kursi tanpa membuatnya menangis.

"Setidaknya, kita harus menghargai usahanya. Tentu nggak mudah untuk bisa memanjat kursi itu. Umur 1 tahun, itu sudah hebat loh. Dan nyatanya ia berhasil ! ucapku setengah berbisik di telinga suamiku

Kei bergelayut manja pada daddy-nya, "Anak hebat...!" puji daddy sembari mengecup kening putri kecil kami nan pintar ini.

Cinta Dibalik Piring Nasi

Hari ini aku benar-benar merasa lelah. Rasa kesal dan sedikit geram merongrong pikiran dan perasaanku. Sudah berulangkali aku mencoba membujuk rayu Kei, tapi makhluk kecil itu tak jua mau makan. Sudah lelah sejak tadi pagi matahari belum bangun, menyiapkan segala sesuatu untuk suami agar bersiap melawan terik dan menghempas keringat mencari nafkah untuk hari ini, memasak menu special untuk buah hati, hingga membereskan rumah yang sejak semalam bak kapal pecah, akibat eksploitasi karakter Kei yang memang sedang aktif-aktifnya. Semuanya makin bertambah lelah tatkala buah hatiku ini tak mau makan.

Dari awal mencoba bersabar, setengah kesal, kesal, dan akhirnya berujung kemarahan dan putus asa. Kuhempaskan tubuhku yang berpeluh ke sudut sofa. Sementara piring makan yang masih tampak penuh nasi dan lauk serta sayur kugeletakkan begitu saja di meja makan. Kulihat Kei tampak asik memainkan balok-balok huruf dan angka yang berwarna-warni. Tak ada sedikitpun penyesalan dari wajah mungilnya. Tak tahukah ia baru saja telah membuatku kesal dan marah ? Tak sadarkah ia sudah membuat hatiku terluka ?

Ingin rasanya aku berteriak tepat di genderang telinganya, menyerukan bahwa ia nakal, ia jahat, ia egois, aku benci Kei…ah, untung saja akal sehatku masih mendominasi otak. Kurasa, aku tak akan tega melakukannya. Yang bisa kuperlihatkan padanya bahwa aku marah hanya ekspresi wajah yang kubuat tertekuk dan merengut, selebihnya diam dan melihatnya dengan tatapan tajam.

Tak lama, Kei mendekatiku. Menarik-narik tanganku hingga sedikit memerah. Aku coba bertahan dengan tak merespon. Merasa dicuekin, Kei-pun mulai sesenggukan (meski tak menangis). Aku tetap diam.

Kei berlari kecil, meraih piring nasi yang kugeletakkan tadi dan memberikannya padaku. Aku mengernyitkan dahi, tak menduga tapi juga bahagia. Aku-pun menerima piring nasi itu dan bertanya :

“Kei mau makan lagi ya ? bunda suapin lagi ya ?”

Kei kecil tersenyum tanpa menjawab. Aku tahu, meski ia belum bisa berkata-kata tapi senyum itu menandakan “ya”

Benar saja, begitu aku suapkan sendok pertama, ia melahapnya dengan suka cita. Begitu juga dengan suapan-suapan berikutnya. Hingga akhir, nasi habis.

Hhh…bahagianya…rasanya lelah yang sejak tadi seperti musnah bersama lahapnya Kei. Aku tersadar dari ego yang merasuk, mencoba menelaah dari kejadian kecil nan sederhana ini…

Makhluk kecil Kei ternyata jua merasakan cinta dan kasih bundanya. Nalurinya seolah membuka pintu hati untuk menerima rasa cinta yang kuberikan dengan sebesar-besar dan tulus. Ia tahu aku mencintainya…dan dari senyum membawa damai itu aku juga tahu, Kei mencintaiku…

Mungkin, tadi ia ingin meredakan marahku dan memilih untuk berdamai denganku. Pikirnya, daripada kehilangan cinta bunda, lebih baik aku mau makan aja ah….hehehe…


Meski belum bisa berkata-kata, bayi semungil apapun sudah memiliki naluri untuk mencinta dan dicintai…kurang lebih seperti itu…

Senin, 18 Agustus 2008

dan, cinta sejati itu...

Cinta sejati adalah mampu mencintai segenap kekurangannya. Meyakini bahwa ia bukanlah sebuah kesempurnaan. Menganggap ia lebih dari sekadar harapan, tapi tujuan dalam setiap langkah. Selebihnya ia ada di hati, terpancar di mata, tersirat dalam laku, dan tercipta bersama kesetiaan...

Saat malam, saat aku berada dalam lengang. Tak ada kebisingan hati yang kerap membuatku muntah, menumpahkan semua keruwetan hidup, hingga habis tak bersisa...

Dan malam, dan gelap, dan dingin, menelusup dalam batin yang sempat terkoyakkan oleh sebongkah ego tanpa batas. Aku ditemani bulir-bulir airmata membersit ketakutan akan kesendirian, tanpanya...

Merasa sudah memberikan cinta sejati, aku seperti perempuan yang terpinggirkan hingga tak sedikitpun mendapat tempat di kehidupannya. Sia-sia saja.

Padahal ia bersamaku, telanjang di sisiku, memahat setiap jengkal kulitku, dan lalu menghamburkan cinta malam demi malam denganku...aku seperti tenggelam karena cintanya bertubi-tubi

Bintang menorehkan cahaya mungil di langit yang hitam...menertawaiku seolah ingin mengataiku "Dasar cengeng!" ini adalah hidup yang penuh dengan dilema. Kadangkala, kita harus tak bersahabat dengan ego, agar cintanya tak pupus di ujung waktu...itu pilihan kalau kita ingin terus mendapatkan kasihnya...jika pilihannya tidak, ya biarkan saja semuanya berlalu !

Cinta sejati takkan pernah hadir tanpa aku mampu
berbesar hati berkorban karenanya...kira-kira seperti itu...

Sabtu, 16 Agustus 2008

Horreyy...

dari sabtu yg lalu hingga hari ini super sibuk. Dari yg menyiapkan acara menyambut kedatangan dirut dari kandir medan untuk sosialisasi sekaligus family gathering(empat hari empat malam pontang-panting dari pagi sampe malam demi menyambut seorang bapak dirut yg ternyata cuma punya 1 jam waktu untuk kami..hhhh...capeee deee)sampe mempersiapkan berbagai macam acara agustusan di kantor.mulai jalan santai, lomba voli, tenis meja, lomba anak2 lainnya, hingga acara masak-memasak untuk bazar pas tgl 17-nya..

malam ini, melepas lelah, tapi gak bs bobo, akhirnya nger-net again..hehehe..teringat dah berapa hari gak buka email.dan, yup!setumpuk email dah mengantri untuk dibaca.kebanyakan dr sahabat. tapi ada satu email yg menarik perhatianku,ternyata dari elex media...

ya ampyuuun..horreyy..alhamdulillah..ternyata kabar dari elex media bilang bhw cerpenku yg masuk 10besar bakal diterbitkan...secara, aku kan masih pemula bangets...so hepi yg agak-agak norak dikit masih sah-sah aza kaaannn..hehehe

setelahnya, rasa capekku serasa menguap bersama kabar bahagia ini...aku hanya berharap tulisanku bisa ikut meramaikan apresiasi penulis-penulis anak negeri...syukur2 bs bermanfaat juga...selebihnya aku hanyalah seorang ibu yg menulis dg hati yg tulus tanpa tendensi apapun...mudah2an...

yg jelas saat ini jadi semangat lagi...besok ikut upacara 17-an euy hahaha...hah???ada hubungannya yak???