Jumat, 13 Juni 2008

100 Tahun Kebangkitan Bangsa, Stop Kemiskinan Moral

Oleh : Fien Prasetyo*

Murung wajah ini mendengar, melihat, dan merasakan muramnya negeri ini. Negeri yang sejatinya elok, tenteram, damai, dan bersahaja, seketika berubah menjadi merah terbakar api anarki, berdarah-darah karena ditikam belati demokrasi tanpa batas.
Lihat saja bagaimana kawan-kawan intelektual kita tak lagi membendung provokasi batin yang membuta dan mentulikan sanubari. Langkah sewenang-wenang, angkuh, dan penuh dengan teror menjadi pilihan demi menyanggupi nafsu batin yang tak terkendali. Katanya, itu bagian dari sebuah demokrasi, bagian dari kebebasan berkehendak sekaligus media untuk mengaspirasikan pikiran yang bertentangan dengan diktaktor-diktaktor dalam gedung pemerintahan. Korupsi, kolusi, nepotisme hampir selalu menjadi alasan untuk membenarkan setiap kekerasan yang terjadi dalam aksi berorasi. Bukan hanya itu, kini hati kecil yang seharusnya masih putih, bersih, turut terkontaminasi emosi dan pikiran-pikiran yang selalu kalut, takut, was-was, dan mudah tersinggung. Sehingga tak ada lagi celah untuk mengambil jalan damai dalam setiap persoalan. Ketahuilah, bahwa hidup kita sudah dirongrong budaya premanisme, dimana kekuatan fisik semata menjadi tameng mencari sumbu sebuah perubahan.
Terlepas dari semua itu, persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang hampir selalu perempuan dan anak-anak menjadi korban. Sepertinya keadilan perempuan telah terkoyak oleh sistem jender yang dominan patriarkhi, sehingga kerap perempuan berada pada posisi yang termarginalkan.
Disisi lain, bencana alam yang terjadi dan lebih disebabkan oleh karena kelalaian manajemen yang tak mengindahkan prinsip-prinsip teknik lingkungan sehingga menjadi sumber malapetaka bagi bumi pertiwi ini. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang bertumpu pada melulu memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya membuat kita terlena dan larut dalam kerja keras tanpa peduli lagi dengan dampak lingkungan yang ada. Kita kerap lupa bahwa sumber daya alam bisa habis, ekosistem sebagai penyeimbang alam bisa punah. Akibatnya, komposisi alam raya kita menjadi tak seimbang, tak selaras lagi. Yang ada, banjir akan menggenang dimana-mana, erosi dan tanah longsor tak terelakkan, kebakaran hutan tiada henti, polusi udara, air, hingga luapan lumpur yang tak terkendali, dan yang terakhir adalah masalah global warming atau pemanasan global yang sudah berada di ambang kritis. Tentu saja ini menjadi sebuah warning bagi kita bahwa alam pun bisa “marah dan protes” dengan segala perlakuan kita selama ini terhadapnya.
Disamping semua permasalahan lingkungan itu, ada lagi persoalan pelik yang tak kalah menyedihkan, dimana generasi-generasi muda penerus negeri ini telah banyak yang terpengaruh oleh budaya-budaya negatif yang merupakan budaya impor sehingga begitu mudahnya terperosok ke dalam lubang setan. Begitu mudahnya terperdaya oleh iming-iming hedonisme yang justru menjerumuskan mereka. Lihat saja bagaimana narkoba bergeliat merasuki jiwa remaja-remaja kita. Seperti tak terkendali, tak terhenti, terus melaju sampai betul-betul merusak masa depan bangsa. Alhasil, negeri ini telah kehilangan berjuta-juta ide cemerlang untuk kemajuan negara hanya karena barang laknat tersebut.
Belum usai masalah narkoba yang makin merajalela, beberapa terakhir ini kita banyak dikejutkan dengan semakin maraknya gambar-gambar dan video-video porno. Ironisnya lagi, gambar dan video itu bukan rekaan alias nyata dan yang menjadi model pada gambar dan video tersebut adalah putra-putri bangsa ! Gambar dan video mesum itu seolah-olah menjadi menu setiap hari. Keberadaan internet semakin melengkapinya. Bahkan beberapa situs justru “berbangga hati” dengan koleksi-koleksi cabulnya. Dengan proses akses yang mudah, “barang dagangan” itu pun laris manis bak kacang goreng.
Fenomena-fenomena yang tersebut di atas ( termasuk korupsi, kolusi, dan nepotisme ) adalah dampak dari kemiskinan. Bukanlah kemiskinan secara materi, tapi lebih pada kemiskinan moral. Ya, bangsa kita saat ini sedang krisis moral, miskin moral. Karakter anak bangsa yang dulu berbudi pengerti luhur telah hilang dan tergantikan dengan karakter-karakter bermental “kulit kacang”, rapuh ! Jika sudah demikian, bangsa kita dipastikan akan terancam pada liang kehancuran. Maukah kita kalau bangsa yang kita cintai ini harus mati dan terkubur dalam-dalam ? Jika tidak, dan kita masih menginginkan bangsa ini terselamatkan, maka sudah saatnya kita berpikir dan bergerak untuk negeri yang sedang “sakit” ini.
Momen 100 tahun kebangkitan bangsa adalah momen yang tepat untuk kita bisa saling merenungi apa yang harus dan sudah kita berikan untuk bangsa ini ? Sejatinya, bangsa Indonesia harus berdiri menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Bukan saatnya kita saling menuding dan menyalahkan. Lebih baik kita bertindak, setidaknya kita lakukan penyelamatan bangsa sebatas kemampuan kita.
Hal yang sesungguhnya, akar dari semua persoalan pelik nan komplek negeri kita adalah terletak pada moral bangsa yang terus terkikis, tergerus ego dan terpengaruh budaya asing. Nyaris tak ada lagi moral santun yang menjadi ciri khas bangsa kita saat ini. Bahkan sering kita merasa “asing” dengan negara kita sendiri.
Oleh karenanya, mari kita selamatkan negeri ini dengan mengentaskan segala bentuk kemiskinan moral. Kita kembalikan lagi karakter bangsa yang “berbudaya timur” dulu. Remaja-remaja kembali belajar ke bangku sekolah, laki-laki dan perempuan kembali pada kodrat dan sama-sama saling menghargai satu sama lain, pengusaha-pengusaha kembali pada penerapan teori manajemen teknik lingkungan, sayangi lingkungan kita dengan memulai pada langkah kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar, penghijauan, dan stop pembalakan liar. Untuk narkoba dan maraknya gambar dan video porno, perangi dengan mempertebal keimanan pada Tuhan YME, perangi dengan mem-proteksi diri dari budaya-budaya asing yang bertentangan dengan budaya bangsa kita. Sibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang positif sehingga tak ada celah bagi narkoba untuk bisa menelusup ke dalam raga.
Ayo Indonesia !!! Saatnya kita bangkit dari krisis moral bangsa ini ! Temukan kembali jati diri bangsa yang berbudi pengerti luhur. Hidupkan lagi cahaya Indonesia Raya yang semakin meredup. Kita lakukan dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja, untuk satu tujuan, Indonesia harus jaya !
Kita tunjukkan pada dunia, bahwa Indonesia bukan negara yang “cengeng”. Indonesia adalah negara yang bermoral Pancasila dan punya generasi-generasi penerus yang bisa diandalkan.
Ketahuilah, bahwa tidak ada yang mustahil. Selama niat itu ada, semangat itu membara, dan doa tiada pernah terputus, kita pasti bisa menyelamatkan bangsa kita dan menjadikannya menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Jadi, apa lagi yang harus kita tunggu ???
***

1 komentar:

catatan salwangga mengatakan...

modal apapun, boleh tersedia. semangat bagaimanapun, silahkan membara. tapi, kemauan. yan, benar. kemauan inilah yang masih belum merata.